Sabtu, 18 April 2009

Sistim Pemerintahan Masyarakat Bugis Klasik

Pangngaderreng sebagai Harmonisasi antara adat istiadat bugis
yang kental dengan ajaran islam
Undang-undang pemerintahan pada kebudayaan masyarakat
bugis disebut sebagai Pangngaderreng yakni merupakan falsafah
hidup dan kitab undang-undang dasar tertinggi masyarakat bugis
yang tetap di pakai sampai ditaklukannya oleh belanda pada tahun
1906. Jauh sebelum islam datang, Pangngaderreng sebelumnya terdiri
dari 4 bagian sebelum islam datang. Setelah islam masuk sebagai agama
kerajaan Pangngaderreng terdiri dari 5 bagian. Inilah puncak tertinggi yang
dicapai oleh para pendakwa dahulu kala setelah di kukuhkannya islam
dalam sistem Pangngaderreng. Adapun unsur-unsur yang termasuk
pada sistem Pangngaderreng setelah masuknya islam sebagai agama
kerajaan :
Wari atau sistem protokoler kerajaan
Ade atau sistem adat istiadat
Bicara atau sistem hukum
Rapang atau sistem pengambilan keputusan yang berdasarkan
perbandingan Sara atau sistem syariat islam
Sistem Pangngaderreng diatas dari point 1 sampai dengan point 4
dipegang oleh pampawa ade (pelaksana adat) sedangkan sistem
Pangngaderreng point 5 dipegang oleh parewa sara (perangkat syariat)
Pampawa ade dan parewa sara adalah sebuah bentuk lembaga
yang mempunyai fungsi dan tugas sesuai bidangnya masing-masing.
Pampawa ade dipegang oleh Raja serta pendamping-pendampingnya
yang bertugas mengatur roda pemerintahan, sedangkan parewa sara
dipangku oleh kadi, imam, khatib, bilal, dan doja (penjaga mesjid)
yang bertugas menangani hal-hal yang berhubungan dengan islam
seperti penyunatan, perkawinan, pewarisan, dan sebagainya
berberhubungan dengan islam.
Adanya dikhotomi tugas seperti ini berimplikasi pada sistem pengaturan
sosial selanjutnya. Tapi itu tidak berarti tidak terjadi sekularisasi
anatara urusan kerajaan dan urusan keagamaan. Sebab dala praktekny
a urusan kerajaan dan keagamaan ini saling mengisi satu sama lain
atau jalan beriringan bagai tak saling mengenal, namun seringkali
adat istiadat tunduk kepada ajaran islam dan sebaliknya tidak
jarang ajaran islam bertoleransi kepada adat istiadat sepanjang
tidak bertentangan dengan pelaksanaan syariat islam. Dan
syariat islam sudah masuk dalam sistem Pangngaderreng maka
wibawa dan kepatuhan rakyat kepada kedua sistem kerajaan dan syariat
islam sama kuatnya.
Kemandirian kedua lembaga tersebut lebih menonjol pada hal-hal yang
berhubungan dengan upacara seremonial yang berkaitan dengan siklus
kehidupan. Untuk lebih jelasnya pola hubungan timbal balik antara islam,
adat dan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota
kelompok sosial dapat kita lihat pada bagan di bawah ini :
Gambar Bagan
Garis vertikal menggambarkan manusia sebagai sebagai individu yang
memahami ajaran tuhan melalui islam. Manusia melaksanakan islam
berdasarkan karakter siri kepada tuhan selanjutnya melahirkan
ketakwaan kepada Allah.
Sebaliknya sistem pengaturan sosial manusia dilakukan lewat 2 jalur,
yakni syarit dan adat. Syariat ditangani oleh parewa sara sedangkan
adat Pangngaderreng ditegakkan melalui pampawa ade, sehingga
mereka saling mengisi dan mengontrol, meskipun hal-hal tertentu
berjalan sendiri-sendiri dalam wilayah kerja masing-masing yang
telah di tetapkan.
Memang kadang-kadang terjadi pembenturan nilai antara islam dan
adat istiadat tetapi toleransi diantaranya begitu kuat, karena siri
yang merekatnya didasarkan atas ketaqwaan kepada tuhan.
Begitu kuatnya wibawa dan toleransi tersebut,dapat terlihat pada
peristiwa penegakkan siri, yang dalam bentuknya yang ekstrim
adalah pembunuhan. Peristiwa tersebut dapat dihindari tanpa
menimbulkan konflik, yaitu dengan menyerahkan sepenuhnya
kepada parewa sara, untuk menangani pelanggaran-pelanggaran
siri yang datang meminta perlindungan dengannya. Sebaliknya
masyarakat maupun pampawa ade menyadari bahwa apabila
suatu kasus telah ditangani oleh parewa sara maka siri hukumnya
apabila memasuki dan mencampuri wilayah kerja orang/lembaga lain.
Apa yang telah diuraikan diatas memperlihatkan kita tentang
dua hal yakni
Keteguhan dan kekuatan masyarakat bugis memegang tradisi dan
kebudayaannya, terlihat masih eksesnya 4 bagian sistem Pangngaderreng
Keterbukaan dan persiapan menerima pembaharuan dari luar terlihat
adanya unsur syariat islam masuk kedalam sistem pranata sosialnya
yakni bagian keliama dari sistem Pangngaderreng
Keteguhan masyarakat bugis mempertahankan tradisi dan kemampuan
menata dan menatap hari kedepan seperti yang diuraikan diatas,ini
menjawab bahwa masyarakat bugis selalu siap menjawab semua
tantangan terhadap semua peluang yang ada dengan tetap berpijak
pada nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat bugis.

Repost : Komunitas Bugis Makassar
Sumber :http://lagaligo.net/2009/02/pangngaderreng-sebagai-harmonisasi-
antara-adat-istiadat-bugis-dengan-ajaran-islam/

==================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar